Film Kenapa Harus Bule bercerita tentang Pipin ( Putri Ayudya ) selalu menginginkan jodoh
bule tapi di Jakarta dia tidak sukses mendapatkannya. Temannya Arik ( Michael
Kho ) menyuruhnya pindah ke Bali agar mudah mendapatkan bule. Benar saja disana
ada Gianfranco ( Cornelio Sunny ), bule Italia yang tergila - edan kepada
Pipin, dan juga pengusaha bernama Ben ( Natalius Chendana ) yang jatuh conta
kepada Pipin. Tapi hidup Bali tidak mudah, tabungan menipis, tidak adanya
pekerjaan tetap membuat Pipin mulai kebingungan dengan cita-citanya mendapatkan
jodoh bule.
Seorang Nia Dinata duduk di kursi produser menjadi alasan
aku memilih nonton dan mengulas Film
Kenapa Harus Bule ini. Kecuali juga alasan tema yang hendak diangkat
tidaklah lumrah. Demikian juga seorang Djenar Maesa Ayu menjadi cameo membuat
tidak cuma penasaran, secara tidak sadar aku memasang ekspektasi yang lumayan
tinggi.
Tokoh sentral dalam Film
Kenapa Harus Bule, Pipin, mendamba lelaki bule sebagai pasangan hidupnya.
Sesudah merasa putus hasrat mencari bule di Jakarta, Pipin dibujuk Arik,
sahabat masa kecilnya, untuk pindah ke Bali, dimana akan lebih mudah mencari
pasangan bule. Arik hakekatnya berharap menjodohkan Pipin dengan Buyung,
sahabat kecil mereka, yang berubah secara fisik. Buyung menyamar menjadi Ben,
seorang blasteran. Di saat beriringan, Pipin didekati oleh Gianfranco, seorang
bule Itali kere yang berlagak kaya sebagai pemilik vila. Tentu Pipin lebih
memilih Gianfranco ketimbang Ben, yang walhasil diketahui Pipin bahwa Ben ialah
Buyung. Hampir menuju akhir Film Kenapa
Harus Bule, Pipin baru sadar bahwa bule yang di dekatnya bahkan seorang
oportunis (karena bule kere ) bahkan
patriarkis.
Dialog yang terjadi antara Pipin dan Arik sungguh lugas dan
mengalir dalam Film Kenapa Harus Bule.
Banyak topik kesetaraan gender yang muncul. Kecuali diselingi guyonan yang
dibangun dengan baik. Sempat kelihatan bagaimana selera Pipin dan Arik kepada
pasangan bertolak belakang yang membuat kekerabatan mereka sempat renggang. Aku
baru menyadari ada kedalaman akal yang berlapis pada sosok Pipin. Maksud aku,
Pipin menginginkan seorang lelaki bule karena salah satu alasannya ialah mereka
lebih berpikiran terbuka ( open-minded ), tapi Pipin tidak menginginkan adanya
seks pra-nikah. Di era milenial ini, pikiran seseorang yang terbuka cenderung
menginginkan seks sebelum menikah karena seks ialah salah satu unsur yang
memberi pengaruh kebahagiaan sebuah kekerabatan. Apabila unsur seks saja sudah
tidak memuaskan, bagaimana seseorang berharap mempertahankan hubungannya di
jenjang pernikahan?
Sepintas memang premis seorang Pipin kurang kuat serta
kontradiktif. Mengharapkan pasangan bule dengan alasan klise; mapan, untuk
membetulkan keturunan, dan berpikiran lebih terbuka, tapi dirinya sendiri ialah
seorang wanita yang punya mindset; masa bodoh pokoknya mesti punya cowok bule. Skrip
yang kurang matang dan kurangnya pendalaman tokoh-tokoh membuat sebagian scene
dengan tokoh yang baru terasa terburu-buru. Ketika adegan pemilik vila,
diperankan oleh Djenar Maesa Ayu, dan suaminya (Paul Agusta) yang mendatangi
Gianfranco. Seketika itu juga terbuka seluruh rahasia di antara Gianfranco dan
majikannya yang sempat membuat penonton kebingungan karena adegan tersebut
berlangsung terlalu kencang. Plot twist pada akhir terasa cukup klise. Pipin
yang menyadari kesalahannya dan jujur pada diri sendiri mengakuinya segera
kepada Ben di saat yang bisa dibilang telat. Jalan cerita kemudian bisa ditebak.
Ben mengejar Pipin dan Film Kenapa Harus
Bule berakhir bahagia selayaknya hidup di dunia film.

No comments:
Post a Comment